BAHAYA RIYA' DAN DAMPAKNYA TERHADAP AMAL

Riya’ adalah penyakit hati yang sangat berbahaya. Ia muncul ketika seseorang beramal bukan karena Allah semata, melainkan karena ingin mendapatkan pengakuan, sanjungan, atau pujian dari manusia. Padahal, setiap amal ibadah hanya akan diterima jika dilakukan dengan ikhlas dan sesuai tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahaya riya’ begitu besar karena ia merusak inti dari ibadah itu sendiri, yaitu ikhlas. Rasulullah mengingatkan bahwa amal yang dilakukan karena selain Allah akan ditolak, bahkan bisa berubah menjadi sebab datangnya murka Allah di akhirat.
Riya’ juga disebut sebagai syirik kecil (asy-syirkul ashghar) atau syirik tersembunyi (asy-syirkul khafi). Mengapa demikian? Karena pelakunya secara lahiriah tampak beribadah, namun hatinya berpaling kepada selain Allah. Ini lebih berbahaya dibanding fitnah besar sekalipun, sebab ia bekerja secara halus di dalam hati. Seorang hamba bisa jadi shalat dengan penuh kekhusyukan di hadapan manusia, namun saat sendirian ia melalaikannya. Inilah bentuk nyata dari riya’, yang menjadikan amal kehilangan nilainya di sisi Allah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menegaskan bahaya ini dalam Al-Qur’an. Ia memperingatkan agar jangan sampai amal kebaikan terhapus sia-sia hanya karena niatnya tercampur. Allah berfirman:
﴿ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُم بِالْمَنِّ وَالْأَذَىٰ كَالَّذِي يُنفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا ۖ لَا يَقْدِرُونَ عَلَىٰ شَيْءٍ مِّمَّا كَسَبُوا ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ ﴾
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadikannya bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan, dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir.” (QS Al-Baqarah: 264
Ayat ini menggambarkan betapa sia-sianya amal yang dilakukan dengan niat riya’. Sebagaimana tanah yang hilang tersapu hujan dari atas batu licin, begitu pula amal yang tercampur riya’ akan hilang tak tersisa. Seseorang mungkin bersedekah dalam jumlah besar, atau rajin beribadah, tetapi jika niatnya bukan karena Allah, maka seluruh amalnya tidak memberi manfaat di akhirat. Bahkan, amal tersebut bisa menjadi sebab datangnya azab. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda bahwa orang yang beramal karena ingin dipuji akan dipanggil pada hari kiamat: “Pergilah kepada orang-orang yang dahulu engkau cari pujian mereka, apakah engkau akan mendapatkan balasan dari mereka?” (HR Ahmad).
Meski demikian, penting untuk memahami bahwa tidak semua yang tampak seperti riya’ benar-benar termasuk riya’. Seseorang yang dipuji atas amal baiknya, tetapi ia tidak berniat mencari pujian, tidak tergolong riya’. Bahkan, pujian itu bisa menjadi kabar gembira baginya selama ia tetap menjaga niatnya. Demikian pula, ketika seseorang termotivasi untuk beribadah karena melihat contoh baik orang lain, maka hal itu termasuk dorongan positif, bukan riya’. Oleh sebab itu, seorang Muslim hendaknya terus memeriksa hatinya, memperbaharui niatnya, dan berdoa kepada Allah agar dijauhkan dari riya’. Hanya dengan keikhlasan, amal akan bernilai di sisi Allah, menjadi cahaya di dunia, dan menjadi penyelamat di akhirat.
Sumber :
https://almanhaj.or.id/11969-bahaya-riya-2.html