Al BALAD, JANTUNG BERSEJARAH JEDDAH YANG BERBISIK TENTANG WARISAN DUNIA
Di tengah gemerlap metropolis Jeddah yang modern, terselip sebuah permata abadi yang menyimpan napas panjang sejarah. Ia adalah Al Balad, kota tua yang tak hanya menjadi saksi bisu peradaban tetapi juga hidup dan berdenyut dalam pesonanya yang memesona. Sebagai Situs Warisan Dunia yang ditetapkan oleh UNESCO, Al Balad bukan sekadar kumpulan bangunan usang; ia adalah kanvas raksasa yang mengukirkan kisah tentang kejayaan maritim, kedalaman budaya, dan kearifan lokal yang lestari.
Melintasi Zaman di Lorong-Lorong Bersejarah
Sebagai sebuah kota, Al Balad telah berdiri tegak selama lebih dari 1.500 tahun, menjadikannya bagian tak terpisahkan dari identitas Jeddah. Meski demikian, bangunan-bangunan megah yang masih kokoh berdiri hari ini merupakan warisan dari era yang lebih muda, berusia sekitar 200 hingga 400 tahun. Sebagai bentuk komitmen untuk melestarikan warisan tak ternilai ini, Pemerintah Arab Saudi dengan penuh hormat merenovasi lebih dari 40 bangunan rumah bersejarah di kawasan tersebut, memastikan bahwa keagungan masa lalu tetap dapat dinikmati oleh generasi mendatang.
Mahakarya Arsitektur: Kekuatan dari Karang dan Kayu
Keunikan utama Al Balad terpancar dari arsitekturnya yang genius. Setiap bangunan didirikan dengan menggunakan batu koral yang diambil dari Laut Merah. Tantangannya, material ini secara alami tidak cukup kuat untuk menopang struktur setinggi empat atau lima lantai. Namun, kecerdasan para leluhur masyarakat Jeddah menjawabnya dengan teknik konstruksi yang luar biasa: penyelipan kisi-kisi kayu (dikenal sebagai rawashin) pada setiap lantai. Sistem ini tidak hanya berfungsi sebagai penopang yang mendistribusikan beban, tetapi juga menjadi elemen estetika yang menjadi ciri khas.
Di antara gedung-gedung yang memukau, Rumah Nassef (Nassef House) berdiri dengan gagah sebagai ikon yang paling termasyhur. Setiap detailnya bercerita, bahkan hingga pada pintu masuk utamanya yang sengaja dibuat agak rendah. Desain yang penuh filosofi ini adalah manifestasi dari budaya sopan santun, mengajak setiap tamu untuk menunduk sejenak sebagai wujud penghormatan kepada sang tuan rumah sebelum melangkah masuk.
Krusibel Budaya dan Pintu Gerbang Diplomasi
Posisi Jeddah sebagai gerbang menuju Kota Suci Mekah telah menjadikan Al Balad sebagai titik pertemuan beragam budaya dan bangsa selama berabad-abad. Para pedagang, musafir, dan jamaah haji dari seluruh penjuru dunia tidak hanya singgah, tetapi juga membawa serta tradisi dan cerita mereka. Percampuran budaya yang harmonis ini terabadikan dengan indah, salah satunya pada Masjid Al Shafi'i. Arsitektur masjid tua ini memadukan unsur-unsur desain dari berbagai negeri, mencerminkan wajah Islam yang kosmopolitan dan inklusif.
Pada masa keemasannya, Al Balad bahkan pernah menjadi pusat diplomasi untuk seluruh Arab Saudi. Kedutaan Besar pertama di kerajaan ini dibuka di sini, dimulai oleh Mesir. Yang membanggakan, Indonesia juga memiliki jejak sejarah di tempat ini. Kedutaan Besar Indonesia—yang kala itu masih di bawah pemerintahan Hindia Belanda—pernah beroperasi di Al Balad. Bangunannya, dengan jendela kayu berkisi yang sangat familiar dengan arsitektur Nusantara, menjadi penanda persinggungan sejarah antara dua bangsa.
Menjelajahi Keindahan yang Hidup di Masa Kini
Kini, Al Balad telah bertransformasi menjadi destinasi budaya yang hidup. Setiap sudut lorongnya menawarkan bidikan foto yang artistik, di mana bayangan dan cahaya bermain di antara ukiran kayu yang rumit dan dinding batu koral yang bertekstur. Suasana magisnya terasa terutama saat senja, ketika lampu-lampu tradisional menyala, menerangi jalanan berliku.
Bagi para pencinta belanja, Al Balad adalah surga. Deretan toko menawarkan segalanya, mulai dari suvenir autentik, wewangian Arab yang memabukkan, pakaian tradisional, hingga kuliner khas. Harganya yang bersahabat menjadikannya tempat yang sempurna untuk berburu ole-oleh, sebuah penutup perjalanan yang sempurna setelah menunaikan ibadah umrah.
Al Balad adalah lebih dari sekadar destinasi; ia adalah sebuah narasi yang terpahat di batu. Sebuah undangan untuk menyelami warisan yang tidak hanya dikagumi dari kejauhan, tetapi juga dialami dan dirasakan dalam setiap langkah kaki di lorong-lorongnya yang abadi.